Selasa, 05 Januari 2021

SULTAN SERDANG BANGGA ATAS KINERJA APARAT DESA KECAMATAN PANTAI LABU

Tahun 2020 sangat berbeda seperti tahun-tahun sebelumnya, lantaran adanya pandemi covid-19. Sehingga hampir semua kegiatan terhambat. 

Di penghujung tahun 2020 tepatnya pada 22 Desember 2020, Sultan Serdang Tuanku Achmad Thala’a Syariful Alamsyah mengundang beberapa Kepala Desa (Kades) Kecamatan Pantai Labu-Deli Serdang untuk bersilaturahmi sekaligus dengar pendapat mengenai situasi desa dan masyarakat di desa masing-masing selama masa pandemi.

Hampir semua Kades mengeluhkan soal ketidakdisiplinan masyarakat dalam melaksanakan gerakan 3 M yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Warga desa di kecamatan Pantai Labu yang sebahagian besar muslim memiliki keyakinan bahwasannya Allah SWT akan melindungi mereka dari musibah pandemi.

Sedangkan mengenai pembangunan desa tetap berjalan sesuai kebijakan pemerintah memperioritaskan penglokasian dana desa untuk dua hal yaitu; Prioritas pertama adalah pembangunan infrastruktur secara swakelola dengan sistem Padat Karya Tunai Desa (PKTD) untuk memperkuat daya tahan ekonomi desa dan pendapatan masyarakat. Prioritas kedua adalah penguatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan dan penanganan Covid-19.

Sultan Serdang yang juga menjabat selaku wakil ketua DPRD Deli Serdang merasa bangga atas kemajuan pembangunan desa di kecamatan Pantai Labu. Dalam beberapa kunjungan kerja, Sultan Serdang menyaksikan perubahan infrastruktur desa-desa semakin baik terutama dalam hal penunjang kelancaran kegiatan sosial dan ekonomi.

Sultan Serdang memberikan apresiasi atas kerja keras para Kades dalam bentuk tanda jasa berupa Lencana Setia Negeri. Beberapa Kepala Desa yang mendapatkan penghargaan antara lain: Kades Pt.Labu Pekan, Kades Pematang Biara, Kades Kelambir, Kades Denai Kuala, Kades Binjai Bakung, Kades Desa Tengah, Kades Rugemuk, Kades Denai Lama, Kades Rantau Panjang, Kades Bagan Serdang, dan Kades Paluh Sibaji.

Dalam sambutannya Sultan Serdang menyampaikan pesan agar menjaga sebaik-baiknya wilayah dan masyarakat adat negeri Serdang yang bermukim di kecamatan Pantai Labu. 



KENDURI PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW BERSAMA SULTAN SERDANG

Meskipun dalam masa pandemi, Mesjid Sultan Basyaruddin tetap mempertahankan tradisi kenduri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, pada 30 Oktober 2020. Acara tersebut dihadiri Sultan Serdang Tuanku Achmad Thala’a Syariful Alamsyah yang merupakan cicit Sultan Basyaruddin. 

Mesjid bersejarah yang dibangun tahun 1854 H ini ramai dipenuhi jemaah, tidak hanya warga desa Rantau Panjang tetapi juga warga desa lainnya yang ada di kecamatan Pantai Labu-Deli Serdang.

Dalam sambutannya, Sultan Serdang menceritakan bahwa “Fungsi Sultan sebagai Kepala Pemerintahan daan Kepala Agama Islam sudah diambil alih oleh Republik Indonesia. Tetapi fungsi No.3 yaitu Kepala Adat tidak pernah diambil alih dan tetap dimiliki oleh Sultan sebagai Kepala Adat selagi masih ada masyarakat adat pengikutnya”. 

Hal ini terjadi oleh karena “Setelah pemerintahan Kerajaan dihapuskan  (UU Darurat No.1/1950), maka lembaga Kesultanan hanya berperan dalam bidang kebudayaan, antara lain: menjaga adat-istiadat; menjaga kerukunan masyarakat adat,  menjaga pusaka serta menjaga jatidiri Serdang, “lanjut Sultan Serdang.

Dalam kesempatan yang sama Sultan Serdang memberikan tanda jasa berupa Lencana Setia Negeri kepada beberapa Tokoh Agama, Tokoh Pemuda dan termasuk Kepala Desa setempat. Sangat terasa keakraban masyarakat dengan Sultan Serdang, terutama ketika makan bersama-sama di teras Mesjid.



PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA KESULTANAN SERDANG

Salah satu adat istiadat istana adalah upacara pulang kasih atau memulangkan anak kepada Sultan Serdang Tuanku Achmad Thala’a Syariful Alamsyah yang dilaksanakan pada 29 Agustus 2020. 

Adapun anak yang dipulangkan kepada Sultan Serdang bernama Tengku Thaf Mattakir. Kedua orangtuanya merupakan keturunan Sultan Serdang. 
Pada generasi milineal saat ini, sudah sulit menemukan pasangan yang mau menikah dalam garis keturunan dari kesultanan yang sama. Oleh sebab itu anak yang dilahirkan disambut sukacita oleh segenap keluarga besar kesultanan negeri Serdang. 

Momentum langka ini ditindaklanjuti melalui adat istiadat memulangkan anak kepada Sultan Serdang yang mengacu pada prosesi adat masa kesultanan dahulu. 

Adat yang telah puluhan tahun ditinggalkan itu adalah Sultan menghadiahkan keris adat bertabal nama untuk anak yang dipulangkan itu. 

Tata cara istana terlihat sangat kental, mulai dari awal hingga akhir acara, misalnya pada prosesi Menjunjung Duli, Angkat Berkah, Lafaz Sultan dan prosesi penyerahan Keris Adat.
“Sejak zaman kesultanan, masyarakat Melayu di wilayah kesultanan Serdang, telah diperkenalkan dengan berbagai adat istiadat istana.

Adat Istiadat berupa ceremony/upacara adat merujuk pada ketentuan yang berlaku di istana Sultan.  

Meskipun zaman telah berubah, masyarakat dan terutama zuriat Sultan tetap meneruskan adat istiadat istana tersebut sebagai wujud apresiasi dalam menjaga budaya, “demikian pesan Sultan Serdang.

Adat istiadat memulangkan anak kepada Sultan Serdang ini merupakan implementasi dari salah satu agenda strategi pemajuan kebudayaan, yaitu ekspresi budaya guna memperkuat kebudayaan yang inklusif sekaligus menerapakan pendidikan berbasis pada kearifan lokal.

prosesi pemulangan anak


EKSPRESI DAN PRAKTIK KEBUDAYAAN SULTAN SERDANG

Kesultanan Serdang merupakan salah satu kesultanan yang tetap eksis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan berbasis kebudayaan. Salah satu agenda tetap kesultanan Serdang adalah Anugerah Gelar Kehormatan Adat. 

Kegiatan ini bertujuan menghidupkan kreativitas dan ekspresi budaya melalui pemberian gelar adat kepada tokoh-tokoh atas dedikasi dalam konteks pelestarian: menjaga, melindungi, dan menggali karya budaya Serdang serta prestasi lainnya. 

Perhelatan ini dilaksanakan pada 2 Agustus 2020, bertempat di kediaman Sultan Serdang Tuanku Achmad Thala'a Syariful Alamsyah, jalan Suka Ramai No. 11, Senembah Tanjung Muda.

Anugerah Gelar Kehormatan Adat “Darjah Utama” secara khusus diberikan kepada 14 cendikia yang memiliki kepakaran dibidang pendidikan antara lain bidang manajemen, sosial kemasyarakatan, politik, komunikasi, hukum, kepemerintahan, kajian Syariah Islam, bahasa dan sastra, bidang teknik serta pakar dalam bidang kemiliteran. 

Adapun 14 cendikia yang diberi gelar adat tersebut adalah: 
01. Dr. H. Agussani, M.AP., gelar Datuk Mahesa Mukti

02. Dr. H. Yanhar Jamaluddin M.AP., gelar Datuk Widyanata Arif

03. Dr. H. Ismail Efendi M.Si., gelar Datuk Mupakara Wangsa

04. Dr. H. Muhammad Isa Indrawan, SE., MM., gelar Datuk Teruna Wangga

05. Dr. H. Muhammad Syafii, SH., M.H., M.Si., gelar Datuk Artaka Negeri

06. Dr. H. Syaiful Bahri, M.AP., gelar Datuk Dwija Bhakti

07. Dr. H. Ansari Yamamah, M.A., gelar Datuk Pandya Wangsa
 
08. Prof. Dr. H. Ilmi Abdullah, M.Sc., gelar Datuk Daksa Bhakti Negara

09. Prof. Dr.  H.Khairil Ansari, M.Pd., gelar Datuk Wasistha Darma

10. Prof. Hj. Pujiati, M.Soc.Sc., Ph.D. gelar Datuk Baiduri Ekadanta
 
11. Hj. Hikmatul Fadhillah, SH, MM. gelar Datuk Madukara Dewi

12. Dra. Hj. Nuryandi, gelar Datuk Mahasura Setia Negeri

13. Dr. Mahriyuni, M.Hum., gelar Datuk Wijayamala Kirana

14. Mayjend. Purn. H. Muhammad Hasyim, S.Sos, gelar Datuk Wira Pranawa.


“Dengan disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, telah membawa semangat baru bagi pelaku dan pewaris budaya dalam upaya pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan yang sudah ada sebelum NKRI berdiri. 

Kebudayaan yang tumbuh dan berkembang melalui kerajaan dan kesultanan nusantara merupakan aset nasional yang perlu dijaga dan dilestarikan, “demikian pesan yang disampaikan Sultan Serdang kepada para cendikia yang baru mendapat gelar adat.